Tuesday, June 1, 2021

Mandiri Secara Finansial di Era Society 5.0, Kenapa Tidak?

 

Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan Digital Sebagai Urgensi Peningkatan Kesadaran Berwirausaha Berbasis Digital oleh Mahasiswa dalam Menyongsong Kemandirian Finansial  Society 5.0

Sumber: Selular.ID

Era society 5.0 adalah salah satu inovasi dari Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe di mana fenomena kehidupan yang kelak akan dihadapi oleh manusia lebih memfokuskan indenpendensi serta personalisasi untuk mempercepat berbagai macam kegiatan melalui pemanfaatan atau optimalisasi teknologi terbaharukan. Pada era ini digambarkan bahwa teknologi semakin tidak bisa lepas dari kehidupan manusia dan akan selalu berjalan beriringan sehingga dapat menimbulkan efektiftas dan efisiensi biaya dan waktu.  Society 5.0 merupakan salah satu pengembangan dari cyber physic system, Internet of Things (IoT), cloud computation, big data, dan cognitive computation yang merupakan bagian dari revolution industry 4.0. Tentu saja kehidupan society 5.0 memerlukan persiapan yang sangat kuat dari seluruh masyarakat dunia terutama dalam menangkal berbagai permasalahan yang timbul di masa revolution industry 4.0 yaitu VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity), di mana adaptasi dan kompentensi menjadi komponen utama dalam memanfaatkan perubahan kondisi kehidupan. 

Dilansir dari laman https://www.perpusnas.go.id/, society 5.0 dicanangkan oleh Jepang dalam rangka menangani penurunan angka penduduk produktif pada tahun 2050 sebanyak 70% (77 juta jiwa menjadi 53 juta jiwa) serta peningkatan angka produk non-produktif pada 2065 (38,4%). Selain itu, dengan adanya kondisi digitalisasi kehidupan manusia, terutama menurut TechCrunch yang dikemukakan pada 4 Februari 2019 bidang yang difokuskan adalah teknologi keuangan, infrastruktur, logistik, perawatan dan kesehatan, serta AI (Artificial Intelligence).

 Society 5.0 tentu saja berkaitan dengan kemandirian finansial yang diciptakan oleh masyarakat, khususnya mahasiswa melalui salah satu cara yakni berwirausaha dalam bentuk digital (memanfaatkan e-commerce untuk menjangkau customer semakin luas hingga mancanegara). Hal ini juga didukung dengan adanya tren pendidikan kewirausahaan berbasis digital yang dicanangkan di universitas sejak kurang lebih tahun 2017 sebagai pengembangan dari pendidikan kewirausahaan secara tradisonal. Tentu saja kebijakan ini dilakukan bukan tanpa sebab, hal ini dikarenakan adanya persiapan pemerintah dalam mendukung kompetisi masyarakat di era 4.0 menuju 5.0. terutama pada kondisi baby boomers dan bonus demografi (kelahiran generasi x hingga ⍺) di Indonesia yang semakin meningkat serta dapat menunjang produktifitas suatu negara dalam rangka peningkatan pemulihan perekonomian. Di mana pada proyeksi data Bapennas RI melalui laman https://www.bappenas.go.id/, jumlah penduduk RI pada 2045 diperkirakan akan mencapai 318,9 juta jiwa. Hal ini tentu saja menjadi peluang yang sangat baik bagi penerapan sosialisasi dan pendidikan kewirausahaan yang mengacu pada sistem digital bisnis dalam upaya minimalisasi biaya dalam berbisnis (misalnya saja mengurangi biaya penyewaan tempat penjualan, biaya pemasaran melalui media cetak/televisi/ataupun radio, dan biaya lainnya).

Selanjutnya beberapa keuntungan dari adanya pendidikan dan sosialisasi kewirausahaan digital jika dibandingkan dengan tradisional kepada mahasiswa dan masyarakat adalah mampu menjangkau pangsa pasar lebih luas (hingga luar negeri), pemasaran dan iklan dapat dilakukan kapanpun, dapat berinteraksi secara langsung dan intensif dengan pelanggan, memiliki tampilan yang lebih terbaharukan (modern), dan lain sebagainya. Hal ini tentu saja bisa dimanfaatkann oleh mahasiswa dengan ilmu yang telah dibekali pada pendidikan kewirausahaan digital, mulai dari cara membuka usaha, melihat peluang, menganalisis SWOT, menghadapi berbagai permasalahan dengan baik, dan lain sebagainya. Jelas, dengan adanya penerapan ilmu-ilmu bermanfaat tersebut akan mengubah perekonomian mikro hingga makro di Indonesia yang bisa mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat karena tingkat kesejateraan semakin menunjukkan angka yang fluktuasi. Di mana dikatakan bahwa jumlah umkm dan wirausahawan di Indonesia masih kurang walaupun start up menempati posisi ke 5 besar di rancah dunia dengan jumlah 2.219 start up. Selanjutnya, menurut penuturan Menteri BUMN, Bapak Erick Tohir saat Rakerna HIPMI mengatakan bahwa rata-rata entrepreneurship di negara maju adalah 14%, sedangkan di Indonesia masih berada pada posisi 3,47%.

Oleh sebab itu sudah seharusnya segala ilmu yang diperoleh dalam dunia pendidikan dan praktik kewirausahaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan berani dalam menganalisis resiko yang mungkin akan terjadi. Karena jika sebagai masyarakat yang baik akan melakukan peningkatan penjualan produk-produk dalam negeri untuk memperoleh peningkatan devisa negara dan menjadikan rakyatnya lebih sejahtera dengan adanya pengumpulan pajak yang semakin tinggi. Sehingga hal itulah yang kiranya mendasari urgensi pendidikan kewirausahaan digital di tingkat universitas untuk menjadikan perekonomian pengusaha mahasiswa (merdeka finansial) dan pendapatan negara dapat naik secara signifikan. 



No comments:

Post a Comment